Rabu, Januari 04, 2012

Pelayanan Petugas Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Sawangan Depok



Pada suatu waktu dan suatu ketika, pasti kita harus berurusan dengan kantor Kelurahan untuk suatu keperluan.

Demikian pula dengan warga Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan Depok. Tak jarang pula, kita harus datang ke kantor Kelurahan tersebut tak cukup hanya sekali, melainkan berkali-kali karena berbagai alasan.

Sebelum tahun 2011 lalu berakhir, ada pengumuman dari pemerintah bahwa semua pembuatan akte kelahiran bagi anak usia lebih dari satu tahun, harus melalui proses sidang di Pengadilan Negeri sebelum dikeluarkan. Peraturan ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 2012. Bagi yang belum memiliki akte kelahiran tersebut, diberikan kesempatan paling lambat tanggal 31 Desember 2011 untuk mengurus akte tersebut tanpa harus melalui sidang di pengadilan negeri.

Hal ini tentu saja terasa menakutkan. Berurusan dengan Pengadilan Negeri? Membayangkan saja kita sudah ngeri. Ngeri dengan berapa banyak waktu, energi, dan juga biaya yang nanti akan terkuras untuk itu. Dan tahu sendirilah, bagaimana pendapat masyarakat mengenai pengadilan di Indonesia. Masih ingat istilah KUHAP? Begitulah.

Dan karena kekhawatiran tersebut, berbondong-bondonglah masyarakat membuat akte kelahiran. Baik untuk anak kecil dan juga manusia dewasa yang kebetulan belum memiliki akte kelahiran.

Tak ketinggalan kami pun ikut berbondong-bondong.

Setelah membawa berkas-berkas yang mungkin dibutuhkan, seperti surat nikah, surat keterangan kelahiran anak dari rumah sakit, kami langsung menuju ke Sisduk atau lengkapnya Sisdukcapil Depok.

Sisdukcapil? Kata apa itu?

Jangan heran, pemerintah kita masih suka membuat berbagai akronim, masih sama kok dengan masa Orde Baru di bawah Soeharto. Sisdukcapil itu artinya Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Di kantor Sisduk (kita biasakan untuk mempergunakan istilah ini ya), orang sudah membeludak. Luar biasa rame. Berdesak-desakan.

Seperti pemberitahuan dari pemerintah, bahwa deadline pembuatan akte adalah 31 Desember 2011, dan itu hanya beberapa hari lagi. Makanya luar biasa ramenya di kantor Sisduk yang bersebelahan dengan ITC Depok ini.

Saya bertanya pada seorang ibu-ibu, "Bu, apa saja syaratnya ya? Saya udah bawa surat nikah, keterangan kelahiran, apa lagi ya?"

"Wah, bapak harus minta surat keterangan lahir dari Kelurahan juga."\
"Oh begitu ya? Wajib ya?"
"Iya."

Mendapatkan informasi yang menurut saya valid itu, dan juga setelah dicek di formulir pendaftaran, saya langsung menerobos kerumunan menuju ke tempat parkir, dan tancap gas kembali ke Kelurahan Pasir Putih. Langsung ke kantor kelurahan.

Begitu sampai, saya langsung masuk ke kantor Kelurahan yang kebetulan menempati tempat sementara, di sebuah ruko di pinggir jalan raya Pasir Putih, karena kantor Kelurahan yang asli tengah direnovasi.

Saya mengucapkan salam, masuk, dan duduk di depan meja para staf Kelurahan. Saya menunggu sejenak, dan ingin tahu, bagaimanakah cara staf Kelurahan Pasir Putih dalam menerima warga yang ada keperluan ke kantor kelurahan.

Namun, tak seorang pun yang bereaksi. Tepat di depan saya rupanya adalah bapak sekretaris kelurahan.

Detik demi detik berlalu.
Tik-tok, tik-tok, tik-tok....

Hampir lima belas menit saya duduk di depan bapak sekretaris kelurahan, dan ia sama sekali tak hendak menoleh pada saya, seorang warga yang tentu saja tak datang ke kelurahan hanya untuk iseng-iseng. Melainkan karena ada keperluan dan butuh bantuan. Biasanya, kalau kita datang ke kantor-kantor pada umumnya, selalu ada petugas yang menyambut dan bertanya, "Apa yang bisa kami bantu?"

Namun, tidak demikian halnya dengan Kantor Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok ini.
Akhirnya, setelah hampir setengah jam saya dicuekin, saya memberanikan diri membuka suara.
"Pak, kalau mengurus surat keterangan lahir, sama siapa ya?"

Dan pak sekretaris lurah tanpa melihat pada saya menyahut, "Di sini. Ada berkas-berkasnya?"

Ketika saya hendak menyerahkan berkas-berkas yang dibawa, masuk seorang bapak dengan pakaian militer lengkap. Dengan sekejap pak sekretaris langsung menyambut dengan ramah dan suara yang terdengar akrab, "Apa kabar ndan..?"

Komandan, mungkin begitu maksudnya. Dan beliau tak lagi menoleh pada saya melainkan sibuk bercakap-cakap dengan bapak dari TNI tersebut. Tentu saja timbul pertanyaan dalam hati, apakah karena saya bukan orang berpangkat, maka tanggapan yang saya terima sangat minim. Saya jadi mengkhayal, andaikan saya punya pangkat... Apalagi kalau sampai bintang lima, waduh tentu senang sekali. Masuk ke kantor kelurahan manapun akan langsung disambut dengan sangat ramah...

Bapak dari TNI tersebut membagi-bagikan berkas kepada pegawai kelurahan, dan pak sekretaris langsung menerima dan membacanya. Sempat saya intip, rupanya berkas yang dibagikan adalah semacam kuesioner yang harus diisi. Dan pak sekretaris langsung mengisinya terlebih dulu... Dibaca pelan-pelan, kemudian ditimbang-timbang hendak mengisi yang mana.

Saya masih duduk di kursi, bengong. Emang enak dicuekin...

Setelah beberapa saat, saya kembali angkat suara, "Pak.., ini berkas-berkasnya. Ini surat keterangan kelahiran dari rumah sakit, dan ini surat nikah."

Masih beberapa saat lagi saya harus menunggu, dan kemudian pak sekretaris bilang "Oke, kita proses."
Dan ia berdiri, membawa berkas saya menuju ke komputer desktop yang berada agak di belakang.

Ia mulai mengetik dan mencermati apa-apa yang harus diketik. Alamak.... Kapan akan selesainya ini? Demikianlah timbul pula pertanyaan dalam hati. Saya sangat meragukan kecepatan pak sekretaris dalam mengetik, apalagi kalau dibandingkan dengan sekretaris-sekretaris profesional di kantor-kantor swasta. Boleh tidak ya, kita adakan survey, seberapa cepat petugas kantor kelurahan bisa mengetik? Berapa kata per menit?

Saya masih menunggu pak sekretaris mengetik, tiba-tiba datang lagi tamu lainnya. Sepertinya ia orang penting karena pak sekretaris langsung berdiri dari depan komputer dan menyambutnya, dan mempersilahkan untuk duduk di sofa dan menemaninya. Belakangan saya tahu, rupanya Pak Camat yang baru datang.
Bagaimana dengan berkas saya yang tadi diketik? Langsung ia tinggalkan.

Kembali saya menunggu...
Tik-tok, tik-tok, tik-tok.... Waktu demi waktu berlalu, detik demi detik, menit demi menit.

Saya bisa melihat dari jauh dengan jelas, bahwa dokumen surat keterangan lahir yang tengah ia ketik masih terbuka. Namun orangnya tak bisa lagi melanjutkan pekerjaan itu. Apa yang harus saya lakukan? Langsung saja menuju ke komputer dan langsung mengetik sendiri? Tentu saja itu tak sopan. What can I do?

Kemudian seorang staf lainnya duduk di depan komputer, dengan harap-harap cemas, saya tunggu kalau-kalau ia meneruskan pekerjaan yang tadi.

Namun sepertinya ia menekan tombol backspace, dan saya saksikan huruf demi huruf - nama anak kami - menghilang karena dihapus.

Saya beranikan diri untuk berdiri, dan berjalan ke belakang, ke area dekat komputer tersebut, yang seharusnya area yang hanya diperuntukkan untuk staf, bukan bagi yang tidak berkepentingan. Namun saya memberanikan diri saja.

"Pak, itu surat keterangan lahir yang tadi ya, anak saya? Belum dicetak pak, kebetulan pak seklur-nya harus menemani tamu."

"O begitu ya? Saya kira punya siapa, jadi sudah saya hapus dan ubah. Belum selesai ya?"
"Belum pak, tolong diterusin dong, karena pak seklur lagi ada tamu."

Syukurlah, bapak tersebut mau membantu, dan ia kembali mengetikkan data-data kami. Walaupun mengetiknya cukup lama dan cukup membuat gemas, namun akhirnya selesai juga dan kemudian langsung dicetak.

Andaikan saja kita boleh langsung duduk di depan komputer tersebut dan mengetik sendiri data-data kita, tentu tak akan bertele-tele begini, demikian hati membatin. Namun mulut hanya bisa membisu.

Dan selesai dicetak, harus diserahkan pula ke pak seklur untuk ditanda-tangani terlebih dahulu. Ia rupanya sudah tak terlalu sibuk, kadang-kadang berdiri di dalam, kadang-kadang di luar kantor di tengah halaman. Namun ia tak hendak kembali melanjutkan apa yang tadi diketiknya, surat keterangan lahir yang kami butuhkan tersebut.

Setelah suratnya jadi, dengan hati yang sangat gembira karena telah berhasil mendapatkan surat keterangan lahir tersebut, saya langsung kembali naik ke atas motor dan tancap gas ke kantor Sisduk di komplek Walikota Depok.

Saya ngebut, dan sudah menjurus membahayakan diri sendiri karena terlalu sering bermanuver di jalan raya. Namun karena ada yang harus dikejar, tak apa-apalah.

Sampai kembali di Sisduk Depok, hari sudah menjelang sore. Sudah hampir jam tiga.

Pendaftaran telah ditutup.
"Silahkan kembali besok." Demikian kata petugas.

Alamak...

*Pasir Putih, akhir Desember 2011

Tidak ada komentar: