Saya baru saja mengganti kaca spion Kijang Rover tua kesayangan (tahun '90) dengan kaca spion seharga 15 ribu yang dibeli lewat toko online tempat aku biasa beli onderdil.
Kaca spion ini sudah lama juga aku beli, namun dibiarkan saja sekitar setahun tak dipasang-pasang karena spion lama masih bagus. Selain itu aku juga sempat memandang sebelah mata, karena harganya yang murah. Kaca spion apaan seharga 15 ribu? Spion angkot aja kagak dapat segitu kali. Demikian kataku dalam hati.
Akhirnya, karena spion yang dipakai sekarang cukup sering menyenggol spion kendaraan orang lain, maka aku coba pasang spion yang sudah dibeli ini, mengingat posisinya yang bediri tegak, tidak seperti spion sebelumnya yang posisinya mendatar hingga lebih panjang.
Kaca spion aku sebelumnya memang tampilannya terlihat lebih keren, lebih tebal dengan bagian belakang pakai chrom, dan juga lebih mahal.
Aku membelinya seharga Rp 90 ribu di pusat toko onderdil BSD. Sepasang jadi Rp 180 ribu. Sedangkan ada pula temanku yang membeli kaca spion tersebut dengan harga Rp 450 ribu (!) sepasang.
Padahal, di toko online tempat aku biasa beli, yang juga berjualan di toko offline di bilangan Kalideres, Jakarta Barat, harga spion tersebut sebenarnya hanya Rp 45 ribu.
Jadi aku sebenarnya telah tertipu, dan temanku tertipu lebih buruk lagi, harus membayar harga yang sangat jauh di atas harga sebenarnya.
Ini tentu saja bukan pengalaman pertamaku kena tipu oleh pedagang onderdil, baik oleh montir maupun bengkel. Sebelumnya aku juga sudah banyak mengalami kejadian serupa, dikadalin ketika ada masalah dengan mobil.
Ternyata, spion murahan yang aku pasang tadi jauh lebih baik. Kacanya cembung sehingga area pandangan ke belakang jauh lebih luas daripada spion sebelumnya yang berkaca datar. Karena posisinya tegak, lebih kecil pula kemungkinan bersenggolan dengan spion kendaraan lain karena lebih rapat ke bodi mobil.
Akhirnya, ternyata barang murah yang aku beli jauh lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih berguna daripada barang lebih mahal yang aku beli. Rasanya memang menyakitkan ditipu oleh para pedagang onderdil tak jujur, namun gimana lagi. Seringkali mereka main ambil-ambil dan main pasang aja tanpa berjelas-jelas tentang harga terlebih dahulu. Kita baru tau harga yang dikenakan setelah dikasih bon.
Oh iya, sebagai tambahan, pernah juga aku membeli engkol putaran kaca seharga Rp 75 ribu di Pondok Cabe. Tak lama kemudian aku tau harga sebenarnya dari engkol kaca tersebut hanya enam ribu rupiah saja.
Benar-benar WTF.
Jumat, November 27, 2015
Senin, November 23, 2015
Kedatangan Prabowo ke Padang
Tadi malam, dalam perjalanan saya dengar berita radio bahwa Pak Prabowo tengah berada di Sumatera Barat dalam rangka menjagokan calon gubernur incumbent, Irwan Prayitno.
Irwan Prayitno ini selama menjabat sebagai gubernur dikenal memiliki hobi yang sama dengan SBY, yaitu suka merilis album rekaman lagu disertai video clip-nya. Video clip-nya dapat kita saksikan di Youtube. Selain itu, beliau juga sangat bangga memiliki sepuluh (!) orang anak.
Di bawah kepemimpinannya, warga Sumbar waktu pilpres lalu berhasil memenangkan suara untuk Prabowo sebanyak 80%. Namun sayang, kemenangan gilang gemilang di Minang ini tidak menghantarkan Prabowo menjadi RI-1.
Saya pernah mengusulkan, sedemikian cintanya urang awak di Sumbar dengan Prabowo, kenapa tidak mengangkat beliau menjadi gubernur Sumbar? Mungkin saat ini adalah saat yang sempurna bagi warga Sumbar untuk mencalonkan Prabowo sebagai gubernur.
Kalau misalnya beliau masih ingin menjadi presiden, gampang lah tu. Ikuti saja jejak Jokowi, yang langsung lompat jadi presiden walaupun masih menjabat sebagai gubernur. Tentunya semua dimungkinkan kalau rakyat benar-benar percaya dan menginginkan beliau untuk jadi pemimpin tertinggi negeri ini.
Namun rupanya, kedatangan beliau ke Ranah Minang cuma untuk memberi dukungan pada Irwan Prayitno, bukan hendak mencalonkan diri jadi cagub.
Menarik untuk mengikuti hasil pilkada nanti, apakah warga Sumatera Barat masih ingin dipimpin oleh Irwan Prayitno yang suka rekaman lagu dan punya 10 anak ini, karena Prabowo telah memberikan dukungannya langsung atau tidak, kita nantikan hasilnya.
Tangerang, 23 November 2015
Irwan Prayitno ini selama menjabat sebagai gubernur dikenal memiliki hobi yang sama dengan SBY, yaitu suka merilis album rekaman lagu disertai video clip-nya. Video clip-nya dapat kita saksikan di Youtube. Selain itu, beliau juga sangat bangga memiliki sepuluh (!) orang anak.
Di bawah kepemimpinannya, warga Sumbar waktu pilpres lalu berhasil memenangkan suara untuk Prabowo sebanyak 80%. Namun sayang, kemenangan gilang gemilang di Minang ini tidak menghantarkan Prabowo menjadi RI-1.
Saya pernah mengusulkan, sedemikian cintanya urang awak di Sumbar dengan Prabowo, kenapa tidak mengangkat beliau menjadi gubernur Sumbar? Mungkin saat ini adalah saat yang sempurna bagi warga Sumbar untuk mencalonkan Prabowo sebagai gubernur.
Kalau misalnya beliau masih ingin menjadi presiden, gampang lah tu. Ikuti saja jejak Jokowi, yang langsung lompat jadi presiden walaupun masih menjabat sebagai gubernur. Tentunya semua dimungkinkan kalau rakyat benar-benar percaya dan menginginkan beliau untuk jadi pemimpin tertinggi negeri ini.
Namun rupanya, kedatangan beliau ke Ranah Minang cuma untuk memberi dukungan pada Irwan Prayitno, bukan hendak mencalonkan diri jadi cagub.
Menarik untuk mengikuti hasil pilkada nanti, apakah warga Sumatera Barat masih ingin dipimpin oleh Irwan Prayitno yang suka rekaman lagu dan punya 10 anak ini, karena Prabowo telah memberikan dukungannya langsung atau tidak, kita nantikan hasilnya.
Tangerang, 23 November 2015
Kamis, November 19, 2015
Epicurus (341-270 BC): Why Call Him God?
Epicurus, was an ancient Greek philosopher who lived in 341–270 BC. Long before Jesus, and way longer before Prophet Muhammad. If they both existed. One of his widely known quotes is:
"Is God willing to prevent evil, but not able? Then He is not omnipotent. Is He able, but not willing? Then He is malevolent. Is He both able and willing? Then whence cometh evil? Is He neither able nor willing? Then why call Him God?"
Apparently, logic and common sense is not new for us. Human being have possessed it from prehistoric times. But as we all see, blind faith and ignorance sometimes take over.
Note:
I posted this to Facebook regarding Paris terror attack on November 13, 2015.
Mengurus Sertifikat Tanah Lewat Bapak Sekel (Sekretaris Kelurahan) Jelupang
Demi menghormati petugas kelurahan Jelupang, Tangerang Selatan, saya mempercayakan pengurusan sertifikat tanah kepada Sekretaris Kelurahan (Sekel) yaitu Bapak MB, SE. Pendaftaran lewat beliau saya lakukan sejak bulan November tahun 2013, untuk sebidang tanah yang terletak di Kampung Buaran Barat, Kelurahan Jelupang, Kecamatan Serpong Utara, Tangsel.
Adapun biaya yang diminta telah saya lunasi sejak awal, yaitu sebesar tujuh juta rupiah. Saya tidak tahu berapa sebenarnya biaya resmi yang diminta oleh BPN, namun karena faktor kepercayaan, saya langsung saja menyerahkan biaya tersebut tanpa bertanya rinciannya.
Saya sungguh penuh harap agar dapat segera memiliki sertifikat tanah supaya hati lebih tenang rasanya. Selain itu karena saya seringkali mendengar himbauan pemerintah via BPN agar kalau memiliki tanah sebaiknya segera diurus sertifikatnya. Adapun niat saya mengurus sertifikat ini tentu juga agar dapat ‘disekolahkan’nantinya ke bank, mengingat saya masih butuh banyak biaya untuk menyelesaikan pembangunan rumah.
Namun tunggu punya tunggu, hari demi hari berlalu, dan bulan berganti bulan, sampai akhirnya tahun telah berubah pula, tapi sertifikat tersebut tak juga kunjung saya terima. Beberapa kali saya mencoba menghubungi Bapak Sekel tersebut, namun hanya alasan demi alasan yang saya terima. Padahal ketika saya tanya apakah ada kendala atau ada persyaratan yang kurang, beliau menjawab tidak ada.
Akhirnya telah setelah hampir dua tahun berlalu, karena penasaran, saya mendatangi kantor BPN untuk meminta informasi sudah sejauh mana proses pengurusan sertifikat tanah atas nama saya tersebut. Ketika dicek oleh pihak BPN, ternyata tidak ada pendaftaran berkas atas nama saya sama sekali.
Saya merasa sangat hancur dan kecewa. Harapan saya untuk mendapatkan sertifikat tanah secara sah pupus sudah, berganti dengan kegalauan dan kesedihan. Sudah dua tahun waktu saya terbuang. Saya mencoba minta pandangan kepada kelurahan, namun Lurah Jelupang angkat tangan dan tidak bisa membantu apa-apa, karena menurut beliau sudah terlalu banyak laporan serupa saya yang masuk. Lurah menyarankan saya untuk mendatangi kecamatan.
Sudah dua kali pula saya mendatangi Kecamatan Serpong Utara dan diterima oleh Sekretaris Kecamatan, dan beliau menjanjikan akan melakukan follow up, namun setelah berbulan-bulan pula tak ada kabar yang saya terima.
Saya saat ini pasrah, impian saya untuk memiliki sertifikat tanah pupus sudah. Apalagi hendak ‘menyekolahkan’ sertifikat tersebut, lha bagaimana mau disekolahin kalau ‘lahir’ saja belum.
Adapun biaya yang diminta telah saya lunasi sejak awal, yaitu sebesar tujuh juta rupiah. Saya tidak tahu berapa sebenarnya biaya resmi yang diminta oleh BPN, namun karena faktor kepercayaan, saya langsung saja menyerahkan biaya tersebut tanpa bertanya rinciannya.
Saya sungguh penuh harap agar dapat segera memiliki sertifikat tanah supaya hati lebih tenang rasanya. Selain itu karena saya seringkali mendengar himbauan pemerintah via BPN agar kalau memiliki tanah sebaiknya segera diurus sertifikatnya. Adapun niat saya mengurus sertifikat ini tentu juga agar dapat ‘disekolahkan’nantinya ke bank, mengingat saya masih butuh banyak biaya untuk menyelesaikan pembangunan rumah.
Namun tunggu punya tunggu, hari demi hari berlalu, dan bulan berganti bulan, sampai akhirnya tahun telah berubah pula, tapi sertifikat tersebut tak juga kunjung saya terima. Beberapa kali saya mencoba menghubungi Bapak Sekel tersebut, namun hanya alasan demi alasan yang saya terima. Padahal ketika saya tanya apakah ada kendala atau ada persyaratan yang kurang, beliau menjawab tidak ada.
Akhirnya telah setelah hampir dua tahun berlalu, karena penasaran, saya mendatangi kantor BPN untuk meminta informasi sudah sejauh mana proses pengurusan sertifikat tanah atas nama saya tersebut. Ketika dicek oleh pihak BPN, ternyata tidak ada pendaftaran berkas atas nama saya sama sekali.
Saya merasa sangat hancur dan kecewa. Harapan saya untuk mendapatkan sertifikat tanah secara sah pupus sudah, berganti dengan kegalauan dan kesedihan. Sudah dua tahun waktu saya terbuang. Saya mencoba minta pandangan kepada kelurahan, namun Lurah Jelupang angkat tangan dan tidak bisa membantu apa-apa, karena menurut beliau sudah terlalu banyak laporan serupa saya yang masuk. Lurah menyarankan saya untuk mendatangi kecamatan.
Sudah dua kali pula saya mendatangi Kecamatan Serpong Utara dan diterima oleh Sekretaris Kecamatan, dan beliau menjanjikan akan melakukan follow up, namun setelah berbulan-bulan pula tak ada kabar yang saya terima.
Saya saat ini pasrah, impian saya untuk memiliki sertifikat tanah pupus sudah. Apalagi hendak ‘menyekolahkan’ sertifikat tersebut, lha bagaimana mau disekolahin kalau ‘lahir’ saja belum.
Langganan:
Postingan (Atom)