Sudah sekian lama saya menyadari bahwa negeri kita belum bisa mengelola pembuangan limbah domestik dengan baik dan beradab, serta juga mempertimbangkan faktor lingkungan seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara maju dan lebih beradab.
Berbagai media memberitakan permasalahan limbah atau sampah tersebut. Mulai dari kesemrawutan pengelolaan sampah di DKI Jakarta, kekacauan sampah di wilayah lain seputar Jabotabek seperti Tangerang dan Depok.
Namun selama ini saya tak pernah mengalami secara langsung permasalahan tersebut di lingkungan yang pernah saya tempati. Saya pernah tinggal di Kebagusan (Jakarta Selatan), Perumahan Telaga Kahuripan (Parung, Bogor), Pamulang, dan Jagakarsa, namun selama ini permasalahan sampah bagi saya adalah sesuatu yang tak beres di luar sana. Di lingkungan di mana saya tinggal tak pernah ada sampah menumpuk, apalagi sampai bau dan menimbulkan akibat langsung bagi saya atau keluarga.
Namun akhirnya saya mengalami sendiri dampak langsung dari pengelolaan sampah yang buruk tersebut ketika mulai menempati rumah yang kami beli di Perumahan Sawangan Permai, Depok.
Ketika masih dalam tahap survey, saya menganggap sepele tumpukan sampah yang terletak tak jauh dari kavling yang akan dibeli. Apalagi ketika ditanyakan ke marketing, tumpukan sampah tersebut akan segera dibersihkan kalau saya sudah membeli rumah tersebut.
Dengan mantap kami langsung deal, dan pembelian segera diproses. Rumah pun di bangun dan setelah jadi, kami pun pindah menempat rumah baru tersebut.
Dan tumpukan sampah yang dimaksud masih berada di tempat yang sama.
Tak perlu menunggu lama untuk merasakan akibatnya. Lalat-lalat berkerubung di rumah kami dalam jumlah yang sangat banyak. Mereka hinggap di atas makanan, dan juga pada alat-alat makan serta menghinggapi kami ketika sedang berada di rumah.
Saya mulai bertanya pada Pak RT, dan pak RT menyuruh saya untuk menghubungi pihak developer. Setelah menghubungi developer, mereka mengatakan bahwa sebenarnya warga RT 8 (tempat saya tinggal) lah yang sebenarnya 'bandel' serta bersikeras tetap membuang sampah di situ, padahal sebenarnya tempat dimaksud bukanlah untuk pembuangan sampah.
Tak lama pula, kami sekeluarga menderita diare berat. Saya, istri, dan putri kami yang masih balita.
Setelah meminum obat warung (Enterostop), diare tersebut tak kunjung sembuh sehingga kami harus ke dokter.
Khawatir akan akibat yang lebih buruk, saya segera menghubungi kembali developer untuk meminta agar tumpukan sampah tersebut segera dibersihkan atau dipindahkan. Kemana dipindahkan, saya tak peduli. Untuk jangka pendek, pikiran saya mungkin sama dengan apa yang ada di benak warga lain, "Kemana aja deh, asal sampahnya kagak di dekat tempat gue."
Barangkali apa yang saya sampaikan tak akan segera ditanggapi kalau saja saya tak aktif memposting di internet, dan mengupload berbagai foto-foto di facebook mengenai keberadaan sampah tersebut.
Tak lama seseorang dikirim oleh developer untuk membersihkan tumpukan sampah tersebut, meratakan tanah agar rapi, dan menancapkan sebuah plang besar bertuliskan: "PERHATIAN, DILARANG KERAS BUANG SAMPAH DI SINI!!!"
Pak RT beberapa hari kemudian juga menemui saya, untuk kembali minta uang iuran sampah dan keamanan (Rp 35 ribu). Pak sekretaris RT 8 juga datang dan kami sempat membicarakan masalah sampah tersebut. Pak Sekretaris, sejak dari pertama saya menyampaikan masalah sampah berpendapat bahwa sampah tersebut memang terpaksa dibuang di situ, karena tidak ada lagi tempat lain.
Pertemuan saya dengan Pak RT pada hari Minggu tanggal 20 Maret 2011 menghasilkan opsi-opsi sebagai berikut:
1. Sampah ditumpuk dalam gerobak, tetap di dekat rumah kami
2. Sampah ditaruh di tempat sampah masing2 rumah sampai diambil petugas, tiap hari Selasa dan Jum'at.
3. Warga menyewa mobil pengangkut sampah secara swadaya.
Saya tetap keberatan dengan opsi nomor 1 karena dampaknya kami juga yang akan merasakan. Bayangkan di sebelah rumah Anda ditaruh gerobak sampah, yang tentu saja berisi penuh sampah yang telah membusuk plus lalat-lalat dan belatung.
Dan hari ini saya menerima undangan dari RT untuk rapat besok membahas masalah tersebut. Saya akan mencatat apa hasil kesimpulan besok.
Sawangan Permai, 26 Maret 2011
Beberapa karya foto saya seputar sampah di Sawangan Permai